PEMBAHASAN
A. Historiografi Tradisional
Penulisan
sejarah tradisional dimulai dari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya
Islam. Penulisan sejarah pada jaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan
dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istana-sentris yang mengutamakan
keinginan dan kepentingan raja. Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada
umumnya ditulis di prasasti dengan tujuan agar generasi penerus dapat
mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu di mana seorang raja
memerintah. Penulisan sejarah (historiografi) tradisional, berlanjut sampai
masa kedatangan Islam ke Indonesia. Yaitu dengan keberadan Babad, Hikayat,
Silsilah atau Kronik. Sebagai contoh, Babab
Tanah Jawi yang memuat cerita awal dunia. Didalamnya memuat campuran
unsur-unsur mitologi.
Corak Historiografi Tradisional
1.
Mitos
Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses
internalisasi dari pengalaman spiritual manusia tentang kenyataan lalu di
ungkapkan melalui kisah sejarah.
2. Genealogis
Bentuk ini merupakan gambaran mengenai pertautan antara
individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi berikutnya. Silsilah
sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.
3. Kronik
Dalam penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran
tentang waktu, Namun demikian juga masih di lingkungan kepercayaan yang
bersifat teogoni dan kosmologi yang menerangkan kekuatan-kekuatan alam dan
mempersonifikasikan sebagai dewa.
4. Annals
Sebenarnya bentuk ini merupakan cabang dari kronik
hanya saja bentuk annals ini sudah lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha
membeberkan kisah dalam uraian waktu.
5. Supranatural
Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bisa
diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.
6. Moral
tradition
Historiografi
jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan
redaksionalnya.
7. Anakronistik
Dalam
menempatkan waktu sering terjadi kesalahan kesalahan, pernyataan waktu dengan
fakta sejarah (kurang dapat dipercaya). Berarti sifatnya tidak kronologis.
8.
Etnosentris
Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut
pada suku bangsa tertentu dan sangat berpusat pada kedaerahan.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisonal
adalah sebagai berikut :
·
Religio sentris, artinya segala sesuatu
dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga
disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti sentris.
·
Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang
dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat
kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat,
tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
·
Religio magis, artinya dihubungkan dengan
kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
·
Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan
hal-hal yang nyata.
·
Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk
menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja;
agar supaya raja tetap dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh
karena itu banyak mitos, bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan
dewa. Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma
(bertuah, sakti).
·
Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka
historiografi tradisional banyak dipengaruhi daerah, misalnya oleh
cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di daerah tersebut.
B. Historiografi Modren
Penjelasan atas model historiografi modren adalah ketika pusat orientasi
dari pembahasan atas masa-lalu (sejarah) adalah manusia. Itu kenapa kemudian salah-satu
ciri dari historiografi modren adalah antroposentris. Subjek dan objek dari
penulisan sejarah adalah manusia. Manusia yang menjadi poros dari geraknya
sejarah kedepan dan manusia yang menjadi objek penulisan atas apa yang telah ia
gerakkan dalam kehidupan di muka bumi ini.
Selain dari batasan antroposentris —yang sudah dimulai oleh Herodotus
dalam karyanya Perang Parsi yang
menjadikan dia bapak sejarah atau bapak historiographi— ada ciri lain yakni ia
bersifat demokratis, artinya dalam penulisan sejarah pengguan pendekatan atau
kecendrungan selain dari perspektif agama --seperti yang terjadi pada masa abad
pertengahan atau Abad Kegelapan dalam
historiografi antri-kristiani atau Abad
Iman dalam historiogrphi orang orang kristiani-- juga boleh digunaka. Selain itu di dalam perkembangan
historiografi modren ini kebudayaan masal lalu (klasik) sangat mendapat tempat
yang besar disini. Ada sekian banyak penghargaan atas budaya masa lalu.
Namun hal yang paling terpenting dalam penulisan sejarah masa modren ini
adalah mulai menggunakan metode sejarah yang sifatnya kritis dalam melihat
sumber-sumber di masa-lalu.
Semenjak penemuan kembali penemuan logika ilmiah yang bisa saja ditandai dengan
momentum masa pencerahan dimana ilmu
pengetahuan menemukan kemerdekaannya dan akal berfikir manusia mulai tampil
secara mandiri yang
artinya manusia sudah mulai tidak ketergantungan terhadap pengetahuan mistis
dan tidak ilmiah yang dikeluarkan oleh pihak gereja sebagai kebenran tunggal.
Manusia sebagai subjek pengetahuan sudah mulai percaya diri terhadap kemampuan
akal dan nuraninya untuk muncul mengembalikan apa yang pernah bangsa Eropa
miliki dalam kemajuan pengtahuan seperti di zaman Plato, Aristotles dan masih banyak yang lainya.
Kemudian dalam perkembangannya kontemporer ini ditemukan fenomena corak
dari penulisan sejarah. Dalam situasi politik global, sejak perjalan C.
Colombus mengelilingi dunia dan sejak penemuan koloni-koloni oleh bangsa barat
serta secara ekonomi-politik mulai dikenal istilah penjajahan atau kolonialisme/kolonial dan
kolonialisme ini kemudian menjadi corak baru dalam penulisan sejarah
kontemporer khususnya dibekas negera negara jajahan. Selain historiografi
kolonial adapula anti-thesa dari historiografi kolonial yakni historiografi
nasional. Historiografi ini adalah reaksi atas pengetahuan sejarah yang
berkaca-mata gladak kapal
koloniasentris. Artinya penjelasan yang keluar bukan lagi penjelasan yang
bersifat mengagungkan kehadiran penjajah di tanah kolonial.
a) Historiografi
Kolonial.
Penejelasan atas atas istilah kolonial yang paling sederhana adalah
bersifat daerah jajahan,
artinya historiografi kolonial adalah penulisan sejarah yang berkecendrungan
pemerintahan jajahan atau si
penjajah. Visi yang digambarkan adalah sangat sejala tentang menonjolkan
peranan pokok bangsa Asing dan memberikan tekanan secara politis, ekonomis dan
institusional. Hal merupakan perkembangan secara logis dari situasi kolonial di
mana penulisan sejarah terutama mewujudkan sejarah dari golongan yang dominan.
Penulisan sejarah yang kolonial seperti ini menitik beratkan kepada penjajahsentris, sehingga apapun yang
pernah ditulis mengguanakan perspektif pribumisentris
akan terlihat buruk dan ini
kemudian kan menjadi keterbalikan ketika sejarah di lihat dari perspektif pribumisentris. Sebagai contoh atas
penjelasan di atas adalah bagai mana kita melihat kedatangan Belanda ke
bangsa-bangsa jajahannya, katakanlah Indonesia asumsi penjelasan
Belandasentrisnya adalah mereka datang adalah dengan membawa sebuah peradaban
atau sebuah kemajuan dan modrenisme, sedangkan jika melihat dari kaca-mata
Indonesiasentris kita tidak melihat sama sekali kemanusiaan yang dihadirkan
oleh pihak Belanda. Kemuduran dari pengetahuan dan sumberdaya alam di Indonesia
ini adalah berkat kolonialisme yang di ciptakan Bangsa Belanda, kecuali
kelompok kelompok yang berwawasan sempit seperti juga melekat pada konstruksi
sejarah yang ingin digantikan, ketika dendam sejarah, kepentingan politik dan
kepicikan perspektip menutup arti penting penguasaan metodologi. Maka bukan
meng-ada jika dikatakan bahwa sebagian besar para pengritik itu sebenarnya
hanya memproduksi cara berfikir historiografi yang sama dengan apa yang mereka
kritik yakni historiografi kolonial.
b) Historiografi
Nasional
Penulisan sejarah Nasional adalah bentuk dari histroriografi modren yang
menjadi reaksi terhadap hampir seluruh negara-negara jajahan yang berhasil
keluar dari belenggu penjajahan dan penindasan bangsa asing. Reaksi ini muncul
akibat kebangkitan kesadaran atas sejarah bangsanya sendiri. Sejarah yang
gilang-gemilang sebelum kedatangan bangsa asing di tanah air mereka. Sebagai
contoh, sartono menjelaskan Setelah dirasakan historiografi kolonial tidak
relevan lagi dengan cerita dengan masa-lampau bangsa Indonesia, maka pemikiran
baik sebelum maupun sesudah Seminar Sejarah Nasional I di Yogyakarta pada akhir
tahun 1957 telah berhasil menerobos langkah kolonial dari sejarh Indonesia
serta mengganti pandangna Eropasentris dengan yang Indonesiasentris. Dalam penuisan
sejarah yang indosesia sentris seharusnya memuat kedidupan sehari-sehariseperti
contoh sejarah petani karya sartono k. karena penulisan sejarah indonesia
sentris cenderung hanya memuat aktifitas politik.
KESIMPULAN
Dalam perkembangan historiografi pada
akhirnya kita kan melihat bentuk bentuk atau corak corak yang mempunyai cirinya
tersendiri. Ketika ilmu pengetahuan belum matang kita mengenal apa yang
kemudian diistilahkan dengan historiografi tradisional. Penjelasan sejarah pada
masa ini masih sangat dilingkupi aliran mistisisme, hegemoni dewa dewa dari lama
jauh masih dijadikan poros dari perkembangan sejarah umat manusia di muka bumi
ini.
Cara penjelasan sejarah yang masih rentan
dari sebuah kebenaran sejarah masih sangat melingkupi corak historiografi
tradisional, tradisi lisan yang dikembangkan oleh masyarakat desa menajadi
sampel dari rentannya perubahan
informasi dari sebuah peristiwa sejarah yang diceritakan secara turun menurun.
Selain corak tradisional yang masih sangat
rentan itu, dekade kemajuan ilmu pengetahuan mendorong terciptanya suasana
ke-ilmiahan yang muncul pasca Abad
Kegelapan di negeri Eropa. Semangat keilmiahan itu mendorong penemuan
logika ilmiah dalam penelitian sejarah yang kerap kali di campur adukakan oleh
Subjetivisme yang tinggi. Perkembangan historiografi modern ini juga bisa
dibaca keberadaannya ketika Herodotus mulai menulis karya sejarahnya yang
berjudul Perang Parsie. Dimana dia
sudah memulai penulisan sejarah dengan manusia sebagai subjek penelitian, dan
sifat antroposentris ini adalah salah satu ciri dari penulisan sejarah modren.
Namun dalam perkembanganya di dunia modren
ini kita juga akan menemukan fenomena peneulisan sejarah yang sangat subjektiv.
Peta politik pasca penemuan kompas, dan
teori yang menyatakan bahwa bumi ini bulat mendorong timbulnya kolonialisme
atau penjajahan. Corak penulisan yang sangat penjajahsentri ini lah yang
kemudian mewarnai carak penulisan sejarah di dunia modren ini dengan sebutan
historiografi Kolonial.
Lalu kemudian muncul juga
historiografi Nasioanal sebagai
reaksi dari penulisan sejarah yang sangat penjajahsentris. Semangat
nasionalisme yang berkembang menajdikan penulisan ulang tentang sejarah
nasional mereka berubah, dari yang penjajahsentris menjadi yang sangat
pribumisentris.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adam,
Asvi Warman dan Bambang P. 2005. Mengugat
Historiografi Indonesia. Yogyakarta. Ombak.
Buny,
J.B. 2004. Sejarah Kemerdekaan Berfikir. Jakarta Progres.
Kasdi, Aminudin. Aspek-aspek Tradisi Lokal Dalam
Historiografi Islam Kajian Pendahuluan Kajian Pendahuluan DI Jawa.
Hal.1147. Dalam Buku Sejarah dan Dialog Peradaban. Persembahan 70 tahun
Prof.Dr. Taufik Abdulah. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 2005
Kamus
Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta. Balai Pustaka.
Kartodirjo,
Sartono. 1989. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia suatu alternatif. Jakarta. Gramedia.
Purwanto,
Bambang. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesiasentris.
Yogyakarta. Ombak.
Internet :
http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2011/07/ciri-ciri-historiografi-tradisional.html
diunduh pada tanggal 16 April 2012 pukul 08.20 WIB.